[Random] Super Hap (Thai-2008)

 

 

 

SUPER HAP mengisahkan tentang perjalan karier dua sahabat yang bertolak belakang, Tom dan Teung. Tom adalah pria berwajah ganteng dan jago nari. Dia mempertahankan hidup dengan menjual ketampanannya, tetapi suaranya sangat cempreng, seperti bebek

. Sebaliknya Teung adalah pemuda yang pandai menyanyi dan main piano.

Karena mereka sangat membutuhkan uang, akhirnya tidak ada pilihan lain selain berjuang menjadi penyanyi terkenal. Tom mengirimkan sebuah video, di mana ia berlip-sync dengan menggunakan lagu dan suara Teung, dan perusahaan rekaman langsung mengontraknya. . Nama Tom makin terangkat dan dia terkenal sebagai penyanyi hebat. Single pertama mereka meledak dan berhasil menembus tangga lagu sehingga mereka menjadi terkenal di seantero negeri. Saat popularitas kian meningkat dan banyak orang ingin kenal lebih jauh dengan mereka, keduanya justru harus makin menyimpan dalam-dalam rahasia mereka.

 

Continue reading

[Lyric] Touch My Heart (Super Hap OST)

koey mai, ter koey mai, koey pen ru plao,
tee mun juju gor ngao, pror kid-tung krai suk kon,
ter koey mai, ter koey mai, koey pen ru plao,
chop pai ab ab ruk kao, ruk pieng kon diew tung pee,

dai tae ohm pa-num yang nee ruey pai mun mai dee tao rai,
tae gor mee pieng wi-tee diew, yak hai ter dai long tum doo

touch my heart touch my heart,
ter ja roo wa chan roo suek yang rai,
touch my heart touch my heart,
ter ja roo barng ru plao,
wa chan mun ruk ter (mak tao rai)

 

Continue reading

[Photo Collection] First Love / A Crazy Little Thing Called Love

This slideshow requires JavaScript.

 

 

This slideshow requires JavaScript.

Thai Movie: A Little Thing Called Love (2010)

Poster First Love
Info:
  • Movie: A Little Thing Called Love / A Crazy Little Thing Called Love / สิ่งเล็กๆ ที่เรียกว่า…รัก
  • Sutradara: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
  • Penulis: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
  • Produser: Somsak Tejcharattanaprasert and Panya Nirankol
  • Sinematografi: Reungwit Ramasudh
  • Tanggal Rilis: August 12, 2010 (Thailand)
  • Panjang Film: 118 min.
  • Distributor: Sahamongkol International and Work Point
  • Bahasa: Thai
  • Negara: Thailand
Pemain:
Mario Maurer as Shone / Chon
Pimchanok Lerwisetpibol as Nam
Pemain lainnya:
Sudarat Budtporm as Guru Inn
Perawatch Herabutya as Guru Phol
Pijitra Siriwerapan as Guru Aorn
Acharanat Ariyaritwikol as Top
Khachamach Promsaka Na Skolnakorn as Pin
Preview:
Adegan di mulai di sebuah pameran fotografi profesional. Sang fotografer sedang diwawancarai mengenai sebagian besar foto-fotonya. Tiba-tiba terdengar suara tangis bayi. Fotografer itu mohon izin pada wanita-wanita yang mewawancarainya, “Maaf, itu anakku.”
Saat fotografer menghampiri bayi itu dan menghiburnya agar tak menangis lagi. Sementara wanita-wanita yang mewawancarainya berbisik-bisik, “Tampan sekali, sayang sudah punya anak.”
Kemudian adegan berpindah ke 9 tahun sebelumnya. Nam, seorang gadis berkulit gelap, berkacamata, baru pulang sekolah bersama ketiga teman-temannya, Cheer, Nim dan Gie.
Saat perjalanan, sebuah sepeda motor yang dikendarai oleh seorang cowok tampan melintas. Nam memperhatikannya dengan terpesona, apalagi saat cowok itu dengan baik hati memberikan jalan pada orang buta. Teman-temannya yang menyadari arah pandangan Nam menggodanya, meski Nam mengelak tapi ia tak luput dari sasaran kejahilan teman-temannya.
Sepeninggal teman-temannya Nam tak langsung ke rumah. Ia menjemput seorang bule bernama James Bean. Rupanya Ibu Nam memiliki penginapan dan restoran murah untuk para turis backpacker yang ke Thailand.
Ibu Nam: “Bagaimana sekolahmu hari ini?”
Nam: “Baik, aku masih dengan Cheer, Nim dan Gie.”
Ibu Nam: “Apa kalian tak bosan satu sama lain? Kalian sudah bersama sejak kelas 1.”
Pang (adik Nam) menimpali: “Dia tak punya pilihan bu. Tak ada lagi yang mau berteman dengannya karena begitu melihat Nam.”
Nam yang kesal menarik kepangan rambut Pang, ibunya melerai dan menasihati, “Teman adalah teman, bukan masalah penampilan”
Pang, “Tapi tetap harus jadi pertimbangan pertama. Untung aku terlahir mirip dengan Ibu, jika aku mirip dengan Ayah atau Nam aku pasti takkan punya pacar saat aku besar”
Dan lagi-lagi kakak adik itu bertengkar. Ibunya memisahkan mereka, “Pang ini, ayahmu pasti sedih kalau mendengarnya. Nam, pergi ke tempat yang kau inginkan sana !”
Setelah Nam pergi, Pang berbicara, “Ayah di Amerika. Ia takkan bisa mendengar kita.”
Saat Nam pulang dari pasar dan menikmati eskrim yang dibelinya, seorang cowok jatuh dari pohon di dekatnya. Cowok yang sama yang dilihat Nam mengendarai motor vespa sepulang sekolah.
“Mangga?”tawar cowok itu pada Nam. Ternyata kaki cowok terpincang-pincang.
Nam terkejut dan menerima Mangga itu dengan hati berbunga-bunga. Namun kesenangan hatinya tak berlangsung lama ketika ia melihat cowok itu juga menawarkan Mangga yang dipetiknya pada cewek lain di jalan.
Keesokan harinya di sekolah, Nam, Cheer, Nim dan Gie menghabiskan waktu istirahat mereka dengan mengisi quiz di majalah.
Gie, “Nim dapat 28. Cowok yang pas untukmu adalah seseorang dengan jiwa pemimpin…”
Mereka lalu melirik Tom, pemimpin klub agama Buddha yang suka meditasi.
Gie, “Cheer 15-25, cowok yang cocok untukmu adalah cowok yang ahli dibidang olahraga.”
Cheer melihat Kai, cowok anggota sepak bola, dengan terpesona.
“Nam, kau cocok dengan pria yang berjiwa seni… Kira-kira siapa ya?”
Nam tak mempedulikan teman-temannya. Dari tadi matanya hanya memandang seorang cowok yang lucu dengan menempelkan stiker hitam di alisnya. Rupanya cowok tampan itu satu sekolah dengannya.
Di kelas Bahasa Inggris Bu Guru Inn, Nam dan teman-temannya terlihat sibuk mengobrol lewat kertas. Mereka membicarakan cowok tampan yang sedari tadi dilirik Nam.
Cheer menulis, Namanya Chon. Dia senior satu tingkat di atas kita. Masa lalunya sangat mengerikan. Jangan dekat-dekat dengannya.
Nam membalas, Itu tidak benar.
Cheer, Itu benar! Dua orang gadis pernah mengundurkan diri dari sekolah karenanya. Dia itu berbahaya.
Dan saat Cheer dan Nim mengobrol mengenai Chon, Guru Inn mengetahuinya dan menghukum Cheer untuk berdiri. Ia ditanyai arti dari “You’re my inspiration”. Cheer yang tak tahu gelagapan, hingga akhirnya Nam memberi tahunya diam-diam dan Cheer bisa melalui hukumannya dengan mulus.
Di tengah pelajaran Nam meminta izin pada Guru Inn untuk pergi ke toilet. Meski ia akhirnya berbelok untuk mengintip Chon di kelasnya. Terlihat Chon sedang menjahili bangku temannya, Nam tersenyum geli dan puas.

Saat berbalik hendak ke kelas, ia berpapasan dengan Chon yang rupanya mendapatkan getah dari perbuatan jahilnya. Chon dihukum berdiri di luar kelas sambil mengangkat satu kaki dan merentangkan tangannya. Tanpa sepengetahuan guru, Chon memasang headset di telinganya. Begitu Nam lewat, Chon memberi isyarat dengan telunjuk jari agar Nam tak berisik. Nam tersenyum geli melihat Chon yang joget-joget diiringi musik di headsetnya.
Sejak saat itu, Nam yang sedang kasmaran mengikuti kemana Chon pergi. Ke tangga, ia pura-pura ada disitu sejak tadi. Ia juga menelusuri lorong-lorong sekolah hingga tak sengaja hampir bertabrakan dengan Kepala Sekolah.
Begitu pun saat olahraga. Chon yang suka ikut-ikutan bermain bersama klub sepak bola memancing histeria para gadis yang tergila-gila padanya. Termasuk Nam yang pura-pura membagikan minuman gratis.
Saat sedang bermain sepak bola, tiba-tiba seorang murid cewek memanggil Chon. Chon menghampirinya dan mereka terlihat akrab. Seluruh murid kelihatan jealous dan penasaran tentang hubungan keduanya.

Di rumah, Nam mematut di depan kaca. Ia menyadari tak ada kemungkinan untuk Chon melirik padanya karena kulitnya yang dekil dan gelap.
Kemudian ia dikejutkan oleh kedatangan pamannya yang bekerja di Amerika bersama ayahnya. Pamannya masih terkena jetlag karena penerbangan yang jauh.
Pamannya memberitahu Nam, Pang dan Pim, ibu Nam kalau ayahnya bekerja menjadi asisten koki. Ia juga mengirimkan foto serta mengatakan kalau Ibu Nam dan anak-anak harus bersabar.
Paman Cheng, “Ayahmu juga mengatakan, kalau di antara kalian ada yang mendapatkan ranking 1 maka ia akan mengirimkan tiket ke amerika.”
Nam dan Pang bersorak gembira.
“Tapi tiket kan mahal” ujar Pang menghilangkan kegembiraan Nam.
Pim, “Karena ayahmu tahu, mendapatkan ranking 1 itu sangat sulit buat kalian makanya ia janji seperti itu.”
Nam memandangi foto ayahnya penuh tekad, “Lihat saja ayah, aku akan mendapatkan ranking 1!”
“Dari ranking 30?”sela Pang. Gubrak!
Istirahat sekolah, Nam yang hendak membeli minuman untuk teman-temannya mendapat gangguan dari anak-anak basket, Maew dan Ding. Mereka bertengkar dan keributan itu disadari oleh Chon. Chon membelikan Nam 4 gelas pepsi untuk Nam dan kawan-kawannya. Nam semakin terpesona oleh Chon.
Rupanya Maew dan Ding tak terima oleh perbuatan Chon yang dinilai mereka sok pahlawan. Mereka mengajak Chon bertarung di belakang sekolah. Tadinya Chon tak berniat meladeni mereka sampai Ding menghina-hina ayahnya, “Kenapa? Kau berniat menjadi sok pahlawan seperti ayahmu? Gara-gara ayahmu tak bisa tendangan pinalti provinsi kita tak jadi mendapatkan piala nasional! Dasar sial ayahmu!”
BUG! Chon yang habis kesabaran menghajar Ding.
Nam yang mendengar tentang perkelahian Chon, segera kembali ke sekolah. Namun saat kembali Chon dan yang lainnya sudah tak ada. Hanya ada sebuah kancing berlumuran darah yang terjatuh di lantai. Nam memungutnya.
Sesampainya di rumah, Nam menyimpan Pepsi yang dibelikan Chon untuknya di kulkas. Di tempelkan kertas bertuliskan “Jangan Diminum” di gelas Pepsi tersebut. Saat di kamar, ia membersihkan kancing yang ia pungut dan menggambar sebuah senyum di atas kancing tersebut. Ia memanggil benda yang diyakininya milik Chon itu Tuan Kancing. Setelahnya ia tertidur sambil membayangkan memeluk Chon.
Saat upacara sekolah keesokan harinya, Bu Guru Inn memanggil nama-nama yang disuruh ke ruang disiplin untuk diberi hukuman. Rupanya Chon, temannya, Maew dan Ding juga dipanggil karena bertengkar kemarin.

Saat di ruang Guru Kedisiplinan, Chon dan yang lain diberi hukuman sabet rotan di pantat. Nam yang merasa menyesal menunggui Chon selesai menerima hukumannya. Chon diberi keringanan oleh gurunya karena berprestasi dibidang fotografi. Di luar, Chon bertemu dengan Nam dan mengatakan kalau hukuman yang diterimanya bukan karena Nam. Nam memberi plester untuk luka Chon. Setelah berbalik, Chon memanggil nama Nam untuk mengucapkan terima kasih.
Sepulang sekolah Nam segera pergi ke danau dan berteriak heboh karena Chon tahu namanya.

Di Kafe tempat Nam dan kawan-kawannya biasa nongkrong sepulang sekolah, Cheer menemukan buku 20 Trik Menggaet Senior untuk menjadi pacar. Nam pura-pura tak tertarik dan memilih membaca buku, Rahasia Menjadi Ranking 1. Cheer menggodanya, “Apakah kau benar-benar Nam?”
Nam merengut, “Aku serius. Sudah 5 tahun aku tak bertemu ayahku, aku ingin segera bertemu dengannya.”
Beberapa saat kemudian masuk beberapa kakak kelas mereka sambil membawa sebuah buku berjudul 9 Metode Cinta. Kakak kelas itu membicarakan bahwa buku itu ampuh sekali dan membuatnya bisa pacaran dengan orang yang ia sukai. Temannya juga membeli buku yang sama, dan ia juga berhasil.
Cheer dan yang lain tertarik membeli buku itu dan membacanya di rumah Nam.
Metode pertama (dari Yunani):
“Pergilah ke tempat dimana banyak bintang seorang diri, lalu tariklah garis dari bintang satu ke bintang yang lainnya sampai membentuk nama pria yang kau sukai.”
Cheer dan teman-temannya langsung ke jendela dan menarik nama masing-masing pujaan hati mereka, sementara Nam diam saja di kursi baca.
Nim, “Nam kau tak ikutan?”
Nam, “Aku tak percaya hal semacam itu. Buku itu tak masuk akal.”
Akhirnya setelah teman-temannya pulang, Nam segera berlari ke jendela dan menarik nama Chon di antara bintang-bintang dengan sepenuh hati.
Chon sedang bermain bola bersama teman-temannya hingga pelatih fotografi nya datang. Ia membawa poster tentang lomba fotografi yang akan diikuti oleh Chon. Ayahnya yang sedang beres-beres toko memandang Chon dari jauh.
Ayah Chon, “Dia selalu bermain sepak bola bersama teman-temannya tapi tak pernah mau ikut klub sepak bola sekolah”
Ibu Chon yang ternyata bule, “Biarkan saja. Dia bermain sepak bola untuk bersenang-senang, bukan untuk bertanding.”
Ayah Chon mengusap wajahnya, “Andai saja saat itu aku berhasil melakukan penalti…”
Ibu Chon menghela nafas, “Nah, lagi-lagi kau bicara seperti itu. Chon tak bermain serius bukan karenamu. Kalaupun ia trauma, suatu saat ia akan melewatinya. Lihat, orang yang nyata berdiri di depanku, sudah melewati hari yang buruk itu hingga bertahan sampai sekarang bukan?”
Ayah Chon tersenyum.
Pagi harinya di sekolah, Nam datang dengan penampilan baru. Ia memasang kawat gigi. Sementara Gie bilang ia aneh dengan kawat gigi tersebut, Nam bersikeras kalau kawat gigi itu kelihatan indah.
Cheer tak memperdulikan Nam, ia menatap Kai yang duduk jauh di depannya. Kemudian bergumam, “Makan… makan nasinya… yes! Dia makan nasinya!”
Nim meledek Cheer, “Tentu saja, karena dia memang sedang makan.”
“Apa yang sedang kalian lakukan?”tanya Gie heran.
Nim menunjukkan lagi buku 9 Metode Cinta…Metode kedua (dari Maya):
“Pusatkan pikiranmu dan tataplah orang yang kau suka. Usahakan kau menguasai pikirannya, kemudian suruh ia melakukan sesuatu. Jika berhasil, maka ia pasangan jiwamu…”
Sebelum Nim selesai bicara, Nam sudah memandangi Chon. Sambil memusatkan pikirannya ia bergumam, “Menolehlah padaku… menolehlah padaku…”
Usaha Nam dilihat oleh teman Chon yang kemudian memanfaatkan keadaan itu untuk menyuruh Chon menoleh hingga bisa mencuri bakso milik Chon. Chon menoleh. Nam menjerit kecil, “Chon menoleh padaku!”
“Siapa yang menoleh, Nam?”tanya Cheer yang duduk disamping Nam.
Nam membetulkan kacamatanya gugup, “Tidak. Bukan siapa-siapa.”
“Kau mencoba menghipnotis Chon ya?”tanya Cheer curiga.
“Apa, kau gila?! Tentu saja tidak!”elak Nam. Meskipun akhirnya ia ketahuan juga berbohong.
“Lalu kenapa kau bilang buku ini tak masuk akal?”sindir Nim.
Nam tersipu, “Aku takut kalian akan meledekku…”
Cheer menepuk bahu Nam, “Tenang saja Nam…”
“…kami pasti akan meledekmu!” lanjut teman-temannya sambil tertawa.
Di tempat lain, Guru Inn sedang bahagia karena diberi sekotak telur asin oleh Guru Phol.
“Sepanjang perjalananmu kau pasti memikirkan aku karena membeli telur ini” ucap Guru Inn tersipu malu. Guru Phol hanya tersenyum.
Sepanjang jalan Guru Inn bernyanyi gembira dan memamerkan telur asin yang diberi Guru Phol, namun nyanyiannya terhenti ketika di kantor guru, masing-masing meja juga penuh dengan kotak telur asin dengan merek yang sama. Bahkan banyak yang lebih dari satu kotak.
Metode ke tiga (dari Skotlandia):
“Berikan sesuatu yang berlambang hati kepada pujaanmu”Kali ini Nam dibantu teman-temannya hendak memberi Chon hadiah coklat berbentuk hati. Mereka menyingkirkan hadiah-hadiah lain yang ada di atas sepeda motor Chon dan menaruh kotak coklat Nam di atas sepeda motor.
Saat Chon mengambil hadiahnya, Nam dan kawan-kawan mengintip dari balik tembok. Dan, ups, rupanya karena kelamaan di atas sepeda motor Chon, coklat itu mencair dan mengotori sepeda motor Chon.
“Kita lupa satu hal,” ujar Cheer, “Negara kita negara Tropis.”
“Mangga?”tanya Gie heran pada Nam ketika Nam memutuskan untuk memberi Chon Mangga, “Orang lain memberi sapu tangan, bunga, dan yang lain sementara kau Mangga? Bagaimana bisa romantis.”
Saat mereka masih berdebat, rupanya sudah ada yang mendahului mereka. Faye, cewek tercantik satu sekolah menghampiri Chon dan memberinya kue mangga buatannya. Chon terlihat sangat senang dan berterima kasih.
“Dia manis, dan ibu rumah tangga yang baik di masa depan, bagaimana kita bisa bersaing dengannya?”ujar Gie lesu.
Nam mulai putus asa.
Saat ujian Bahasa Inggris berlangsung, rupanya Bu Guru Inn diundang oleh Guru Phol untuk makan malam di rumahnya. Guru Inn pura-pura sibuk dan berusaha menyempatkan diri untuk datang. Namun Guru Orn lewat dan mengkonfirmasi janji makan malamnya juga bersama Guru Phol di waktu yang sama. Guru Inn bertanya pada Guru Phol, “Malam ini bukan hanya kencan di antara kita saja?”
Guru Phol tertawa, “Tolong jangan sebut sebagai kencan. Malam ini aku sengaja mengundang guru-guru untuk makan malam bersama.”
Guru Inn cemberut. Ketika Nam menghampiri dan menyerahkan kertas ujiannya, Guru Inn yang masih terbawa emosi meremas kertas ujian Nam dan membuangnya. Saat tersadar, ia minta Nam menolongnya memungut kertas itu lagi.
“Aku punya ide” kata Cheer, “Chon harus mengantar Nam pulang. Ini akan jadi terlihat romantis.”
Nam dan yang lainnya setuju. Mereka mencari cara supaya Nam kelihatan butuh tumpangan. Cheer sampai membuang kunci motor milik Nim. Sayangnya mereka lagi-lagi kedahuluan Faye. Faye berjalan mendekati Chon dan pura-pura terkilir kakinya.
“Kue Mangga” Chon memanggil Faye, “Kenapa? Apa kau tak bisa berjalan?”
“Tak apa…” ucap Faye pura-pura, namun lagi-lagi ia memperlihatkan seolah-olah ia terkilir. Chon yang gentle menawarkan tumpangan pada Faye yang disambut senang hati. Faye tersenyum menang ke arah Nam.
“Ah, Dramatis sekali” sinis Gie.
“Apa ia lulusan sekolah akting?”sahut Cheer. Sementara Nam melongo tak percaya.
Tahun berikutnya….
Pang menemukan kertas yang isinya gambar Nam dan Chon kemudian mengadukannya pada Pim. Pim marah karena Nam sudah memikirkan pacaran, “Nam, bagaimana kamu mau bertemu ayahmu? Untuk hal ini, kamu harus lebih dewasa dulu. Sekarang kamu hanya harus fokus belajar!”
Pang meledek Nam. Dengan marah, Nam pergi ke atas atap.
Di atas atap Nam hanya melamun sambil mendengarkan musik sedih. Rupanya Pang yang merasa bersalah menelpon Cheer dan yang lain agar menghibur Nam. Mereka datang dan hendak mempraktekan buku 9 Metode Cinta.
Metode ketujuh *tahu-tahu sudah tujuh* (dari Gypsy):
“Cinta, berarti harus membangun diri sendiri. Gunakanlah kekuatan cinta agar kita bisa menjadi lebih pintar, lebih cantik dan lebih baik dari sebelumnya. Maka akhirnya si dia akan melihat ke kita.”Sambil diiringi OST yang enak (?) Cheer dan yang lainnya melakukan segala macam perawatan pada tubuh Nam. Dari masker, lulur, sampai melumuri kulit Nam dengan kunyit.
Nam yang sudah selesai perawatan, bersama teman-temannya datang ke toko olahraga milik ayah Chon. Mereka ingin bertemu Chon dan memperlihatkan Nam. Tapi rupanya Chon sedang pergi. Nam sempat melihat artikel yang memberitakan kegagalan eksekusi pinalti ayah Chon. Saat hendak pulang, rupanya Chon datang. Ia menyapa Nam kemudian heran dengan perubahan kulit Nam. Rupanya ‘treatment’ khusus yang dilakukan Cheer dan yang lain justru membuat Nam terlihat kuning.
“Apa kau menderita sakit kuning?”tanya Chon sambil memeriksa suhu tubuh Nam.
Nam yang gugup menggeleng sambil berusaha tersenyum.
Saat itu lagi-lagi Faye datang, dan berpura-pura hendak membeli sekotak bola pingpong. Nam yang kesal menjatuhkan bola pingpong yang dipegangnya sehingga Faye terpeleset dan jatuh.
Di sekolah akan diadakan klub pentas seni. Klub drama guru Inn terlihat kosong dan tak ada yang mendaftar, sementara klub penari klasik milik Guru Orn penuh dengan peminat. Di antara peminat-peminatnya juga ada Nam cs.
“Nam, kau harus melepas kaca matamu” saran Cheer.
Nam melepas kacamatanya sambil cemberut, “Kurasa kita tak cocok sama sekali dengan konsep klub ini. Kulit putih, cantik, mirip china… semua yang dibutuhkan untuk kualitas penari klasik.”
“Nam benar,” Nim menimpali, “Setiap tahun Guru Orn hanya memilih yang cantik. Dan seluruh sekolah akan datang melihat mereka menari.”
“Tidak seperti klub drama, mereka semua jelek. Tak ada yang ingin melihat mereka perform” tambah Gie.
“Tapi kita harus mencobanya” sela Cheer, “Kita mungkin tak cantik, kulit putih dan mirip China, tapi kita indah dan berkulit gelap. Kita bakal jadi trend baru.”
Yang lain tertawa.
Chon lewat di dekat mereka dan menimbulkan kehebohan. Faye memanggil Chon dan bertanya klub mana Chon akan bergabung.
“Aku akan ikut klub fotografi” jawab Chon.
Faye tersenyum genit, “Kalau kau butuh model untuk fotomu, kau bisa memanggilku kapan saja…”
Cheer cs menatap Faye jijik.
Chon tersenyum, “Aku berminat memotret pemandangan bukan orang.”
Cheer cs menertawakan Faye. Tapi Faye tak menyerah, “Ah, Kak Chon bercanda.”
“Aku memang bercanda” jawab Chon menghilangkan tawa Cheer dan yang lain, “Sini biar kufoto.”
Faye memasang pose manisnya. Di foto kedua, Nam ikut-ikutan di belakang Faye.
“Jadi, kau sudah tak kuning lagi? Kau kelihatan lebih cerah” ujar Chon setelah memotret mereka berdua.
Nam mengangguk sambil tersenyum gugup. Faye kelihatan tak senang.
“Aku akan menanti penampilan kalian berdua saat festival” ucap Chon membuat Faye dan Nam tersipu malu.
“Lihat kan Nam, pada akhirnya Chon akan memakan umpan darimu. Kau hanya harus lebih cerah dan optimis” ujar Cheer.
“Menjadi lebih baik dan indah,” sahut Gie. Nam mengangguk sambil tersenyum.
“Kalau kau ragu soal keindahan, kenapa tidak pindah saja ke klub lain?”sindir Faye.
Nam cs emosi mendengar hinaan dari Faye hingga memulai pertengkaran. Membuat murid-murid lainnya yang mengantri terdorong ke depan. Guru Orn menyuruh murid-murid yang membuat masalah pergi dari barisan kecuali Faye dan temannya, Kwan. Ya, Guru Orn memang pemilih.
Faye, yang masih dendam pada Nam, meracik minuman dengan bumbu khusus. Ketika Nam lewat ia memanggilnya dan memberi minuman itu sebagai tanda maaf. Nam menerima minuman itu tanpa curiga sedikitpun. Namun sebelum meminumnya Pin, senior Nam yang sekelas dengan Chon menahan tangan Nam dan menyuruh Faye untuk mencoba minuman itu lebih dulu. Rupanya sedari tadi ia memperhatikan Faye.
“Kenapa kau tak mau minum?”tantang Pin.
Faye salah tingkah.
“Lain kali hati-hatilah jika kau tak mau meminum air dengan kecap ikan” nasihat Pin pada Nam, “Pergi dan buang minuman itu!”
Nam menurut. Sementara Pin kembali ke bangku Chon dan kawan-kawan sambil menceritakan perbuatan Faye, “Lihatlah tingkah gadis itu.”
Dan hilang sudah kesempatan Faye memikat hati Chon.
Guru Inn yang tak menemukan satu pun peminat akhirnya memutuskan menghampiri Nam cs yang baru didepak dari klub tari. Ia mengetes Nam cs dengan asal kemudian mengatakan bahwa mereka sudah diterima di klub drama. Dan mereka ditunggu di auditorium. Matanya lalu menangkap minuman Nam yang belum dibuang dan tanpa pikir panjang langsung meminumnya! Reaksinya seperti yang bisa dibayangkan. Ia hampir memuntahkan minumannya di depan Kepala Sekolah. Nam cs langsung mencegah Kepala Sekolah yang juga ingin meminum minuman itu.
Nam cs datang ke auditorium terlambat sehingga Guru Inn menghukum mereka tak boleh ikut drama. Dengan senang hati Nam cs menerima hukuman itu sampai Guru Inn langsung membatalkan hukumannya.
Cheer berusaha menjelaskan kalau mereka ingin ikut klub tari, namun belum selesai Cheer ngomong, Chon muncul juga di auditorium. Rupanya ia juga dipaksa ikut oleh Guru Inn. Nam menggunakan kesempatan ini untuk lebih dekat dengan Chon dan setuju bergabung dengan klub drama.
Klub drama akan mementaskan Drama Bahasa Inggris Snow White dan karena Nam yang terbaik dalam pelajaran Bahasa Inggris, ia terpilih jadi Snow White. Chon? Dia terpilih jadi kelinci merangkap penata panggung.
Guru Inn kemudian mengajak Guru Phol dan Guru Orn untuk melihat hasil tata rias anak didiknya. Ia membual kalau anak didiknya mengerti tentang keindahan, namun ketika mereka sampai mereka dihadapkan oleh anak-anak drama yang berdandan kacau dan asal-asalan.
“Ini panggung drama atau panggung komedi Guru Inn?”sindir Guru Orn.
Hari menjelang gelap, latihan drama Nam usai. Ia pergi ke belakang panggung yang dipikirnya sepi orang. Ternyata ada Chon disitu dan mereka hanya berdua.
“Oh, kau sudah mau pulang?”tanya Chon yang sedang asik memotret.
Nam mengangguk. Matanya justru fokus pada buku 9 Metode Cinta di dekat Chon. Ia khawatir Chon berpikir macam-macam setelah melihat buku itu. Buru-buru ia ambil semua buku itu saat Chon sedang memotret hal lain. Kemudian sebuah kertas jatuh di dekat kaki mereka. Nomor telepon Chon!
Dengan sigap, Nam segera menutupi kertas itu dengan kakinya. Ia menyeretnya sepanjang pulang.
“Hati-hati ya…” ujar Chon yang tak sadar soal kertas itu. Ia lebih heran pada Nam yang berjalan terseret-seret padahal saat datang berjalan dengan normal.
Guru Inn diam-diam mematai Guru Orn yang mampu mendandani muridnya dengan sangat baik. Tak mau kalah akhirnya ia meminta bantuan Pin untuk menjadi ahli tata rias drama. Ia menyuruh Pin untuk mendandani Nam lebih dulu. Chon, dibelakang Nam, memberi isyarat pada Pin agar melakukan yang terbaik. Kemudian Nam mulai didandani oleh Pin.
Tak lama Nam berganti baju, ia muncul dan memukau teman-temannya. Nam terlihat lebih bersih dan cantik. Semua memuji keahlian Pin merubah Nam . Namun yang Nam harapkan adalah reaksi dari Chon. Dan Chon bilang, “Dia tampak sama. Snow White dengan kawat gigi.”
Jleb!
Besoknya Nam segera melepas kawat giginya.
Saat latihan drama, yang berperan sebagai Pangeran tiba-tiba terkena diare. Guru Inn memerintahkan Chon yang saat itu sedang melukis pohon untuk sementara mengganti peran Pangeran. Dan adegan yang diperankan adalah adegan Pangeran yang mencium Snow White agar bangun dari tidurnya. Nam menanti ciuman Chon dengan berdebar-debar. Sementara teman-temannya sudah heboh. Ia memejamkan mata. Namun saat ia membuka matanya lagi, sang Pangeran asli sudah kembali dari sakit diarenya dan bersiap mencium Nam.
Nam yang kaget karena saat membuka mata wajah Chon berubah, langsung lompat dari kasurnya. Karena panik ia tersandung ujung panggung dan mau jatuh. Beruntung tangan Chon menariknya dan menahannya agar tak jatuh. Chon langsung menarik Nam hingga ke pelukannya dan menegurnya, “Kau hampir mematahkan lehermu!”
Nam menunduk menyesal sementara hatinya berdebar tak karuan.Malamnya Nam berusaha menelpon Chon dengan nomor yang baru ia dapat. Begitu tersambung langsung terdengar suara Chon. Namun belum selesai Chon bicara, Nam sudah menaruh telponnya lalu berteriak kegirangan. Saat ia kembali, Chon rupanya telah menutup teleponnya.
Hari pentas seni pun tiba. Seperti biasa, pertunjukkan tari Guru Orn mendapat sambutan hangat dari murid-murid sekolah. Semua memadati kursi penonton hanya untuk melihat Faye cs yang cantik menari. Sementara ketika pertunjukkan Drama Guru Inn, satu persatu murid meninggalkan bangku penonton. Hanya ada beberapa yang bertahan dengan tidak penuh minat.
Nam tak melihat Chon diantara penonton. Yang ada malah seorang cowok tampan yang tak ia kenal memandangnya dengan terpesona. Ia bermain drama dengan lesu. Sementara Chon ternyata baru dapat pengumuman kalau ia memenangkan lomba fotografi. Ia harus pergi untuk mengambil hadiahnya bersama Kepala Sekolah.
Di belakang panggung, Guru Inn memuji kinerja anak-anak didiknya. Ia bahkan berjanji akan mentraktir semua anak didiknya makan malam. Di meja Nam ada sebuah apel dan pesan di bawahnya. Untuk Snow White, saya sudah mencicipinya. Apelnya tak beracun. Nam memandangi Apel itu dengan senang.
“Dari siapa?”tanya Cheer tertawa geli karena melihat apelnya sudah digigit.
“Pasti dari Chon”ucap Nam senang.
“Mungkin dari anak itu” Nim menunjuk cowok yang berperan sebagai Pangeran yang sedang memakan apel, dan memandang Nam penuh minat.
“Euhh…” Nam geli. Sementara Cheer cs tertawa mengejeknya, “Pangeran kodok! Sungguh cocok dengan putri kodok!”
Malamya Nam melampiaskan kekesalan pada Tuan Kancing. Ia berpikir Chon pasti hanya memilih datang ke pertunjukkannya Faye dibanding dirinya. Ia lalu membuang Tuan Kancing meski kemudian ia memungutnya lagi dari tong sampah.
Keesokan harinya, Chon sedang asik mengobrol bersama teman-temannya ketika seorang cowok menepuk bahunya, “Hei, kau tak menyapa ayahmu ini anakku?” canda cowok itu.
Chon menoleh dan kaget. Ia langsung memeluk cowok itu dan mengenalkannya pada teman-temannya, “Ini Top, dia temanku sejak TK.”
Top rupanya langsung terkenal di kalangan gadis-gadis karena dia tampan (meski buatku Chon yang paling tampan) dan merebut popularitas Chon. Top lebih ramah, dan easy going. Ia menyapa semua gadis di jalan, sampai Chon menghentikan tingkah playboynya dan mengajaknya ke kantin.
Di kantin rupanya drama Snow White yang diperankan Nam diputar berulang-ulang kali. Semua tak ada yang mengenali bahwa Snow White disana adalah Nam, dan Nam yang kini lebih manis dan cantik langsung terkenal di kalangan cowok-cowok. Sementara Chon dan Top juga melihat Tv yang sama.
“Wah itu Snow White yang sedang diputar di TV. Dia manis. Apa dia sudah punya pacar?”tanya Top benar-benar terpesona dengan Nam.
“Sepertinya belum, tapi kurasa kau tak boleh mendekatinya”jawab Chon.
“Kenapa?”tanya Top heran.
“Bukannya dia terlalu muda untukmu?”
“Ah aku bahkan sudah biasa meminta no telepon anak kelas 5 SD,” ujar Top
Chon, “????!”
Tahun berikutnya….
Chon dan Top bermain sepak bola seperti biasa, sampai Top menyuruh Chon melakukan tendangan pinalti. Chon tersinggung dan marah-marah karena Top selalu menyuruhnya melakukan pinalti. Top yang tahu trauma sahabatnya bertanya, “Kau masih belum pulih dari trauma mu itu? Ayahmu sendiri mungkin sudah lupa.”
Chon mengelak, “Bukan, karena terlalu mudah makanya tak kulakukan!”
Top ngalah, “Iya deh Cristiano Ronaldo….”
Di tengah jalan mereka dihentikan oleh cewek-cewek dari grup mayoret yang ingin foto bersama Top. Chon menawarkan dengan sukarela untuk memotret mereka. Namun baru gambar pertama, kedua cewek itu sudah bertengkar merebutkan posisi paling dekat dengan Top. Pertengkaran itu menarik perhatian siswa mayoret yang lain, mereka pun tawuran. Guru Inn datang melerai, sementara Top dan Chon kabur dari tempat itu.
“Hei, kau bisa membuat keadaan jadi seperti ini?” tanya Chon kagum. Top hanya mengangkat bahu.
Kedua Siswi itu akhirnya terluka karena pertengkaran barusan. Yang satu leher dan kakinya, yang satu lengannya. Mereka dipastikan takkan bisa memimpin grup mayoret. Kepala Sekolah akhirnya memutuskan akan berkonsultasi dengan Guru Orn. Guru Inn cemberut mendengar nama Guru Orn disebut. Tiba-tiba ia melihat raket melayang di belakangnya. Rupanya Nam dan kawan-kawan melempar raket untuk bisa mengambil cock yang tersangkut (Nam sekarang sudah jauh lebih cantik, bersih dan putih, rambutnya juga panjang). Guru Inn langsung dapat ide.
Guru Inn menghampiri Nam dan Cheer yang sedang istirahat. Ia memuji-muji Nam, “Nam, seumur hidupku aku tak pernah melihat orang sesempurna, sebaik dan secantik kamu…”
Nam yang tahu Guru Inn dulu bahkan pernah menghinanya sebagai si kulit hitam berkata, “Guru, katakan saja langsung, apa yang kau ingin aku lakukan?”
Guru Inn pun meminta secara langsung supaya Nam menjadi pemimpin Mayoret sekolah untuk Festival Olahraga kota. Nam tadinya mau menolak karena festivalnya tinggal 2 minggu lagi, dan ia sama sekali tak ada persiapan, namun Guru Inn memohon-mohon pada Nam.
Dalam latihan pertama, Nam bahkan tak bisa menangkap tongkat mayoretnya sama sekali. Ia melemparnya sangat tinggi sehingga seluruh murid-murid pada berlarian karena takut tertimpa.
Nam putus asa. Ia merasa tak mungkin bisa melakukan lemparan tongkat mayoret. Cheer cs menyemangatinya. Cheer membacakan metode terakhir dalam buku 9 Metode Cinta yang sesuai keadaan Nam saat ini.
Metode terakhir *ini juga tahu-tahu sudah terakhir*:
“Jika kamu ingin melakukan sesuatu karena cinta maka lakukanlah habis-habisan dan dengan sepenuh hati, maka dia akan datang padamu.”
Nam menghela nafas. Ia merasa tak percaya diri. Nim memegangi bahunya dan menyemangati, “Hey, Nam.. kamu sudah sampai sejauh ini… (selama lebih dari 2 tahun jatuh cinta pada orang yg sama) dan berjuang sekuat tenaga. Kamu kali ini tak hanya menjadi pemimpin mayoret sekolah kita, tapi menjadi perwakilan provinsi. Berjuanglah Nam…”
Nam akhirnya berlatih siang-sore-malam di lapangan. Bahkan ketika lapangannya sedang dipake Chon dan Top cs untuk bermain sepak bola, Nam masih berlatih. Hal itu menarik perhatian Top yang jadi tak konsentrasi bermain bola dan membuat Chon kesal lalu menyeretnya, “Lagi-lagi kau melirik gadis-gadis!”
Guru Inn sedang meyakinkan Kepala Sekolah bahwa grup mayoretnya akan menjadi yang terbaik. Ia bahkan memuji-muji Nam yang akan menjadi pemimpin grup mayoret. Baru selesai memuji, tiba-tiba terdengar teriakan Nam.
“Awas Guru!”
Dan tongkat mayoret melayang ke arah mereka berdua. Nam segera berlari mengambil tongkat tersebut sambil minta maaf.
“Jangan bilang kalau dia yang akan jadi pemimpin Mayoret sekolah ini…” kata Kepala Sekolah. Guru Inn mencoba meyakinkan kalau kegagalan Nam tadi adalah yang pertama. Belum selesai Guru Inn ngomong, tiba-tiba sebuah benda bergulir di depan mereka. Rupanya Nam baru saja mematahkan kepala tongkat mayoretnya hingga rusak.
“Ganti dia, atau kau yang akan kuganti”ujar Kepala sekolah pada Guru Inn sambil berjalan pergi.
Guru Inn panik, “Tapi Festivalnya tinggal seminggu lagi!”
Nam mengintip dari balik pohon dengan perasaan bersalah.
Faye dan Kwan sedang berjalan sambil membicarakan soal Guru Inn yang keras kepala mempertahankan Nam, “Aku heran kenapa ia tak memilih kita yang cantik dan berbakat, Guru Inn begitu mengerikan, setiap siswanya juga mengerikan. Untung kita tak berada di kelasnya, kita mungkin takkan populer seperti sekarang.”
Nam yang mendengar perkataannya Faye marah, ia berniat akan melabrak Faye namun ditahan teman-temannya, “Kenapa kau membicarakan Guru Inn seperti itu?!”
“Pada kenyataannya seperti itu” jawab Faye santai.
“Dasar wajah serangga!” ledek Kwan, mereka lalu kabur.
Nam emosi, “Aku akan membuktikan pada mereka bahwa Guru Inn bukan orang yang mengerikan!”
Ia pun berlatih lagi dengan menggunakan sapu, sebagai pengganti tongkat mayoretnya yang rusak. Ia masih belum berhasil.
Malamnya, Chon dan Top sedang dalam pertandingan percobaan, dan Nam juga berada disitu untuk latihan. Ayah Chon dan temannya juga datang untuk melihat latihan anaknya. Saat pertandingan, timnya Top dan Chon mendapat giliran penalti. Saat Top mau melakukan eksekusi, Chon menahan Top. Rupanya ia mau mencoba melakukan penalti. Ayah Chon yang melihat gelagat anaknya memutuskan ingin pergi dari tempat itu karena takut, namun ditahan temannya. Top memberi kesempatan pada Chon.
Tendangan pinalti Chon membentur tiang gawang. Chon depresi. Kata-kata hinaan Ding tentang ayahnya terngiang-ngiang di kepalanya. Ayahnya pun tak kuat melihatnya dan berniat segera pergi, namun temannya masih tertarik untuk melihat dan menahan ayah Chon. Top menepuk bahu Chon dengan senyum. Temannya yang bermain di tim lawan memberinya kesempatan kedua, “Yang tadi hanya pemanasan.”
“Mana ada aturan seperti itu…”kata Chon kesal.
“Ada” kata Top dan kawan-kawannya.
“Terlebih lagi aku belum meniup peluit”sahut Guru Phol. Chon tersenyum senang. Ia mencoba melakukan tendangan lagi.
Goal! Chon disambut histeria teman-temannya. Ayahnya juga sangat senang, dan pergi dengan lega dari tempat itu. Semua menyoraki Chon termasuk Nam yang ikut tersenyum senang untuk Chon. Chon akhirnya menerima tawaran Guru Phol untuk menjadi pemain tetap di Klub Sepak bola Sekolah. Teman-temannya senang, namun pandangan mata Chon menatap penuh arti ke arah Nam yang berdiri di samping bangku penonton. Nam tersenyum sambil menatap tongkat mayoretnya.
Di kamar Nam memandangi Tuan Kancing, “Aku mengerti”ucapnya penuh senyum keyakinan. Nam lalu berlatih siang, malam, seminggu tanpa henti. Dan latihannya akhirnya membuahkan hasil. Dia sudah mampu menangkap tongkat mayoretnya. Di sekolah Guru Inn senang dengan perkembangan Nam. Ia membanggakan Nam di depan Guru Phol dan Guru Orn. Guru Phol memberikan aplause, sementara Guru Orn terlihat tak senang.
Hari Festival tiba. Nam dengan pakaian leader mayoretnya terlihat sangat cantik, mereka berparade keliling kota. Ia juga ditonton oleh Pang dan Ibunya.
“Bagaimana, apakah kakakmu terlihat cantik seperti ibu?” tanya Pim.
“Yang benar saja! Kakak lebih cantik dari pada Ibu!”jawab Pang. Pim memeluk Pang sambil tersenyum senang.
Chon dan Top juga ikut menonton parade. Chon sibuk memotret Nam, sementara Top memandangi Nam dengan terpesona, “Aku takkan mau pindah kemana-mana lagi…”
Chon menggerutu, “Aku selalu mendengar hal yang sama darimu terus!”Hari Valentine. Popularitas Nam langsung meningkat sejak Festival. Semua cowok tergila-gila padanya. Ia mendapatkan banyak coklat dan hadiah valentine.
“Padahal Valentine tahun lalu dia masih berkulit gelap” ujar Cheer geli. Tapi Nam kelihatan tak bersemangat. Gie menanyakan keadaannya.
“Dia menunggu satu-satunya pria, justru ia tak datang” ucap Cheer. Siapa lagi kalau bukan Chon.
Nim tiba-tiba berseru heboh. Rupanya Chon datang.
Ia membawa pohon mawar putih yang masih ada akarnya. Cheer cs mendorong Nam yang terlalu nervous untuk keluar. Hatinya dag-dig-dug, apalagi Chon tersenyum manis ke arahnya. Namun senyum Nam harus hilang ketika Chon mengatakan hanya mengantarkan mawar dari temannya. Nam memandang punggung Chon yang pergi dengan hati kecewa.
Di kamar Nam masih melihat pohon mawar itu dengan sedih. Saat ia memutuskan untuk belajar, secarik kertas terjatuh dari bukunya. Sebuah surat, Nam, sampai bertemu jam empat di depan tangga sekolah. Ada yang ingin kukatakan padamu. Nam tersenyum. Harapannya bangkit lagi.
Nam menunggu di depan tangga sekolah dengan berdebar-debar. Apalagi ketika ia melihat sekolah sudah mulai sepi, dan Chon datang ke arahnya. Chon tersenyum dan memanggil namanya, “Nam…”
“Rupanya kau datang…”tiba-tiba Top berdiri di antara mereka. Nam terkejut. Ia meremas kertas di tangannya.
“Kak Top yang memberiku surat ini?”tanya Nam takut.
Top mengangguk, “Ya, surat itu milikku.”
“A… ada yang ingin kau bicarakan padaku?”
Top memandang Nam penuh senyum, “Maukah kau menjadi pacarku Nam?”
Nam terkejut. Ia tak mengharapkan Top yang mengatakannya. Matanya beralih ke Chon, “Ka Chon ingin mengatakan sesuatu padaku?”
Chon berjalan ke arah Top dan Nam sambil tersenyum, “Ah, aku hanya ingin bertanya kenapa kau masih ada disini. Tapi pertanyaanku sudah terjawab…”
Chon menepuk bahu Top kemudian pergi. Nam menatap kepergiannya dengan tak percaya.
“Jadi jawabannya apa Nam? Jika kau diam saja aku akan menganggap kau oke dengan itu”ujar Top.
Nam membeku.
“Hah?! Top?!”seru Cheer cs dengan tak percaya. Nam mengangguk lesu.
“Bagaimana bisa?”tanya Cheer, “Lalu, Chon hanya mengatakan itu?”
Nam mengangguk lagi.
“Lalu apa jawabanmu pada Top, Nam?”tanya Nim.
“Aku tak menjawab. Apa yang harus kulakukan Cheer…?”keluh Nam.
“Kau harus menunggu dan melihat. Top adalah sahabat baik Chon, jika kau melakukan sesuatu tanpa pertimbangan maka Chon pasti akan marah padamu…”
Nam sedang jalan-jalan di siang hari ketika motor Top berhenti di dekatnya. Top mengajak Nam untuk pergi bersamanya. Tadinya Nam menolak, namun ketika Top mengatakan kalau hari ini adalah hari pertandingan pertama Chon, Nam langsung ingin ikut. Di pertandingan Chon yang kelelahan menghampiri bangku Nam dan meminta air, Top tak punya karena baru ia berikan pada Nam. Nam akhirnya memberi punyanya. Chon meminum air pemberian Nam dan menyiram wajahnya. Nam melihatnya dengan terpesona. Pertandingan hari itu, Chon menang.
Nam pulang bersama Chon dan Top. Ia dibonceng oleh Top, sementara Chon mengendarainya sendiri. Mereka mengendarai motor sambil saling mengobrol. Suara hati Nam saat itu, Kau tahu Tuan Kancing? Aku ingin berada di belakang Chon, di sepeda motornya…
Hari itu hari ulang tahun Cheer. Nim bertanya pada Cheer hendak membeli cake apa pada hari ulang tahunnya.
“Vanilla Cake, Nam suka kue itu”ujar Cheer. Saat Cheer sedang asik memilih-milih kue, Nam belum datang. Nim segera menelponnya.
Nam rupanya sedang pergi ke danau bersama Chon cs, “Aku sudah menelpon Cheer tadi pagi namun ia tak mengangkat teleponnya, sampaikan ucapan selamat ulang tahunku pada Cheer. Iya, aku minta maaf karena aku takkan bisa pulang tepat waktu…”
Di danau, semua sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang asik bermain gitar, ada yang memanggang makanan. Nam duduk di meja makan sambil memandangi Chon yang asik memotret pemandangan dari jembatan (indah banget). Tak lama Top menghampiri sambil menghidangkan cumi-cumi hasil panggangannya, mau nggak mau Nam berpaling dari Chon. Wajah Top mendekati wajah Nam sampai membuat Nam risih, “Aku akan kembali..” katanya. Saat Nam kembali melihat ke arah jembatan, Chon sudah tak ada.
Nam pergi ke jembatan dan duduk disana. Chon datang, “Apa yang kau lakukan disini?”
“Aku rasa pemandangan disini indah”kata Nam. Mereka sama-sama terdiam. Nam membuka percakapan sambil menawarkan cumi, “Kau mau makan cumi?”
Chon menoleh, “Kau tak tahu cerita cumi ya?”
Nam menggeleng, “Tidak.”
“Aku akan memberi tahumu,” Chon pindah duduknya ke samping Nam, ia mulai bercerita, “Pada suatu waktu, ada pasangan cumi. Mereka telah mengarungi lautan dan samudra yang luas hingga mereka bertemu dan saling jatuh cinta, akhirnya mereka menikah. Pada hari pernikahannya, pendeta cumi menyuruh mereka saling berpegangan tangan… jadi mereka saling berpegangan tangan…. memegang tangan… memegang tangan… memegang tangan…”
Chon menempelkan jari-jarinya satu-satu. Nam tertawa geli melihatnya.
“Kak Chon, kau gila!”ujar Nam.
Chon tersenyum.
“Tapi lucu” tambah Nam lagi.
“Yang mana? Yang cerita, atau yang cumi?”tanya Chon.
“Yang cerita! Eh, tidak, yang cumi! Umm… aku bingung…” ujar Nam, Ia melirik cumi panggang, “Aku jadi agak tak mau memakannya.”
“Aku juga tak makan cumi begitu lama karena cerita itu” tambah Chon. Mereka pun terdiam.
“Jadi…” Nam bersuara, “Apakah kau pernah memegang tangan seseorang seperti cumi itu?”
“Pernah sekali” jawab Chon sambil menatap ke danau, “Seorang gadis berwajah canggung hampir jatuh dari panggung, jadi aku memegang tangannya…”
Belum selesai Chon cerita, Top datang sambil langsung memakan cumi panggang. Nam dan Chon berteriak, “Jangan!”
“Kenapa? Ini enak..”ujar Top sambil terus mengunyah. Nam dan Chon cuma bisa menghela nafas kesal.
Mereka bertiga hendak pulang. Chon dan Top berjalan di depan sementara Nam mengikuti di belakang. Chon dan Top berbicara serius.
Top : “Aku bertanya padamu langsung. Apa kau suka pada Nam?”
Chon : “Eh, kau akan bersamanya bukan? Kenapa kau bertanya padaku seperti itu?”
Top menepuk bahu Chon sambil tersenyum, “Tidak apa-apa. Aku hanya bertanya…”
Tiba-tiba terdengar suara teriakan Nam di belakang. Nam terpeleset hingga kakinya terkilir. Top dan Chon langsung berlari ke arahnya. Top bertanya apa Nam masih bisa berdiri, Nam mengiyakan. Tapi ternyata ia tak sanggup, mau tak mau ia menerima tawaran Top. Sedangkan Chon yang menggendong tas Nam. Suara hati Nam saat itu, “Tuan Kancing… hari ini Chon membawakan tas saya…
Pulangnya Nam langsung ke rumah Cheer. Ia membawakan cake kecil. Saat pintu rumah Cheer dibuka, Nam sudah bersiap, “Happy birth…”
Namun yang keluar ternyata ibunya Cheer, “Cheer tak ada. Ia masih pergi bermain dengan Nim dan Gie. Nam tak bersama mereka?”
Nam menggeleng sambil tersenyum kecut.
“Telepon saja mereka” saran Ibu Cheer lalu menutup gerbangnya lagi. Nam akhirnya meniup lilin di cake itu sendiri.
Keesokan harinya Cheer, Nim dan Gie mengerjakan PR tanpa Nam. Nam justru duduk bersama gengnya Chon.
“Aku rindu hari-hari ketika kita mengerjakan PR bersama-sama”kata Nim.
“Seorang bidadari harusnya berada di surga”ucap Cheer sinis. Ia masih marah karena Nam tak datang ke ulang tahunnya.
“Tenanglah Cheer, kau masih punya ulang tahun tahun depan” ucap Nim.
Cheer emosi, “Aku hanya punya tiga orang teman Nim! Jika aku jadi dia, aku takkan melakukan hal itu!”
Nam yang melihat teman-temannya sedang mengerjakan PR bersama menghampiri, “Hey! Kita kerjakan PR bersama-sama yuk!”
“Kenapa kau tak mengerjakannya bareng Chon saja?!”ujar Cheer sinis langsung menutup bukunya dan segera pergi dari situ. Nim dan Gie mengikutinya. Nam ditinggal sendiri.
Nam sedang duduk sendirian di depan kolam ketika Chon datang.
“Top belum datang? Aku disuruh olehnya mengajari anak kelas 3,” tanya Chon duduk disamping Nam.
Nam tersenyum, “Kak Top sedang mencari buku untuk proyek anak kelas 3”
Chon ikut tersenyum, ia memandang lurus ke depan, “Hari itu ibuku masuk rumah sakit…”
Nam menoleh, “Kapan?”
“Hari dimana ayahku gagal melakukan tendangan pinalti. Aku lahir pada hari itu. Jadi ayahku memberi hadiah pada hari kelahiranku… yaitu tak bermain bola lagi seumur hidupnya. Akulah yang membawa nasib buruk. Coba lihat, Provinsi ini tak pernah mencapai sejauh itu sejak hari itu…”
“Kau tak apa?”tanya Nam khawatir.
“Bagiku untuk dihina?”tanya Chon balik, “Aku tidak apa-apa. Aku sudah biasa. Sudah menjadi nama belakangku. Chon, yang ayahnya tak bisa menendang pinalti…”
Nam menunduk menyesal.
Chon tersenyum, “Tapi aku benar-benar tak apa. Aku seorang pemain sepak bola.”
“Jadi kau mau terus bermain sepak bola?”
“Aku tak tahu… untuk saat ini, aku lebih membutuhkan seseorang…”
Nam menoleh kaget. Tapi sebelum Nam mendengar penjelasan Chon lebih lanjut, Top datang dan memanggil Nam. Ia meminta bantuan Nam untuk mencari buku bersamanya.
Malamnya Chon dan kawan-kawan mengadakan piknik dan api unggun. Nam ikut. Ia membantu Chon yang bertugas memasak. Top duduk di dekat api sambil mendengar Pin bernyanyi. Faye memandanginya, jelas-jelas sekarang Faye naksir pada Top. Nam dan Chon membicarakan soal kejutan ulang tahun untuk Ake, teman mereka. Tanpa sengaja tangan mereka berdua saling bersentuhan. Hati Nam berdebar, ia mendekatkan diri lagi ke Chon.
Kemudian acara kejutan untuk Ake dimulai. Chon dan Top mau perform cerita.
“Ini terjadi ketika kita kelas 5 SD…”Chon memulai cerita.
Top ketawa, “Kita berdua jatuh cinta pada cewek yang sama. Namanya Boe, kelas 4. Kita bersaing satu sama lain, berlatih menari agar salah satu dari kami bisa berdansa saat pesta sekolah. Tapi saat hari itu tiba, Chon kita kena sakit cacar….”
Semua tertawa termasuk Nam.
“Jadi hak berdansa dengannya jadi milikku, yeah…”lanjut Top.
Chon menambahi, “Tapi pada akhirnya Top juga tak berdansa dengan Boe. Jadi kita berdua sama-sama gagal…”
“Eitt” sela Top, “Itu karena Chon mengancam kalau ia tak mau berteman lagi denganku. Setelah itu kita saling berjanji….”
“Bahwa kita takkan jatuh cinta pada cewek yang sama lagi…”tambah Chon.
Tawa Nam pupus sudah. Top jelas-jelas naksir padanya, itu berarti tak ada harapan untuknya ditaksir oleh Chon.
Top dan Chon kemudian bernyanyi sambil menarikan tarian yang lucu, mengundang keceriaan. Top menarik Nam agar ikut menari bersama mereka. Yang lain juga berdiri dan ikut menari. Semuanya diliputi keceriaan. Namun di tengah tarian, Top yang rupanya sedang bahagia mengambil kesempatan mencuri pipi Nam. Nam terpaku. Yang lain masih menari, sementara kebahagiaan Nam sudah hilang.
Top mengantar Nam pulang. Saat Nam hendak segera masuk ke rumahnya, Top berkata, “Nam, besok aku akan datang ke sini lagi ya. Kita nonton pertandingan Chon bersama-sama”
“Kak Top tak perlu menjemputku lagi”ujar Nam dingin.
“Kenapa? Kau ada acara?”
“Tidak, maksudku tolong jangan terlibat denganku lagi…”
Top bangkit dari sepeda motornya, “Kau marah karena aku mencium pipimu? Bukankan kau pacarku?”
Nam berbalik marah, “Kak Top, aku tak pernah menerima bahwa aku pacarmu”
Kasian banget Top pas disini, “Lalu apa artinya semua selama ini?”
“Maafkan aku kak, aku sudah mencintai seseorang…” jawab Nam.
“Siapa Nam?” tanya Top. Oh.. poor Top.
Nam hanya berbalik dan segera masuk rumah tak menjawab pertanyaan Top.
“Siapa…. Nam…. siapa?!”tanya Top. Ia terduduk lemas di sepeda motornya.
Top menemui Chon untuk menceritakan semuanya, “Dari semua gadis yang bersamaku, ini yang paling menyakitkan…. Aku mohon satu hal saja padamu Chon… Tak peduli apa yang terjadi, kau tak akan memacari Nam kan?”
“Apa kau berpikir alasan Nam memutuskanmu adalah aku?”tanya Chon.
“Tidak. Hanya aku tak tahan, jika sahabat terbaikku berpacaran dengan gadis yang kucintai…”
Chon memandang keluar sambil menghela nafas, “Jika kau mengatakan seperti itu, aku bisa apa?”
“Tak apa-apa kan buatmu?”tanya Top.
“Iya” jawab Chon. Mereka berdua kemudian saling menjabat tangan.
Hari-hari berikutnya dilalui Nam seorang diri. Tak ada lagi teman-teman bersamanya, tak ada lagi Top yang menjemputnya ke sekolah dan Chon juga seperti menghindarinya. Ketika ia melihat Top yang digoda Faye dengan trik ‘terkilir kaki’ ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Ia memutuskan untuk fokus belajar agar mendapat ranking satu. Meski ia sering terbayang Chon jika ia melihat Tuan Kancing dan membuatnya menangis sendirian.
Di rumahnya Chon bermain sepak bola dengan ayahnya yang sekarang tak takut lagi.
“Chon, kau tahu tadi Manajer Bangkok Glass meneleponku…”kata ayahnya.
“Lalu?”tanya Chon masih fokus ke bolanya.
“Dia bilang kalau dia akan menerimamu di Klub Bangkok Glass”
Chon tak percaya, “Ayah menipuku agar bisa merebut bola dariku ya…”
Ayahnya tertawa, “Untuk hal sepenting ini siapa yang berbohong. Setelah ini kau harus segera bersiap-siap. Mungkin setelah lulus ujian tahun ini, kau akan pergi belajar ke Bangkok.”
Chon senang sekali, ia menghampiri ayahnya dan memeluknya, “Ayah! Terima kasih…!”
Hari ujian tiba, Nam menjalankan ujiannya dengan serius. Ia ingin bertemu dengan ayahnya yang di Amerika.
Di luar Guru Inn sedang sangat sedih. Guru Phol mendapat beasiswa untuk melanjutkan study ke luar. Guru Inn meminta sesuatu pada Guru Phol. “Apa?”tanya Guru Phol. Guru Inn menunjuk ke arah hati Guru Phol. Guru Phol salah paham, ia malah memberikan peluit miliknya. Tak lama datang Guru olahraga baru yang akan menggantikan Guru Phol. Ternyata guru yang baru lebih keren dan ganteng daripada Guru Phol, Guru Inn langsung menghampiri Guru baru itu dan mengacuhkan Guru Phol. Guru Phol cuma bisa garuk-garuk kepala bingung.
Tahun pelajaran berikutnya…
Hari itu Cheer memutuskan tak akan melanjutkan sekolah yang sama dengan kawan-kawannya. Ia akan memasuki sekolah kejuruan. Saat mereka asik mengobrol, Nam datang dan suasana langsung tak enak. Nam duduk dengan sedih di jarak yang tak jauh dari mereka. Ia memandangi wajah Cheer dan masih berharap Cheer akan memaafkannya. Rupanya hati Cheer masih belum luluh. Nam dengan sedih menyanyikan lagu yang dulu mereka nyanyikan bersama-sama.

“Senin aku menunggu… Selasa aku masih menunggu dan melihat, melihat apakah kau baik-baik saja… Rabu kau masih tak ada disini, pagi hari atau kemudian, Kamis juga masih kosong…”

Gie tak tahan, ia menghampiri Nam dan mereka bernyanyi sama-sama sambil menangis.

“Jum’at, Sabtu atau Minggu, tiada hari tanpa merindukanmu… Tiada hari kau akan kembali…”

Nim ikut menangis meski ia masih ada disamping Cheer, sementara Cheer masih bertahan.

“…menjadi tua dalam hari-hari kita… hari dimana kau ada disampingku, hari dimana kau ada di dekatku, hari dimana kita saling berpegangan tangan…”

Nam mendekati Cheer, “…hari dimana aku mencintaimu, hari dimana aku berbicara denganmu, hari dimana kau mendengarkanku….”

Akhirnya Cheer menangis dan ikut bernyanyi, “…Berapa lama aku akan seperti ini aku tak tahu, Berapa bulan atau berapa tahun….”

Mereka berempat saling berpelukan dan menangis bersama. (aslinya ini lagu ceria, tapi pas dinyanyikan ma mereka jadi kelihatan sedih…), “…berapa miliar kenangan masa lalu kita bersama, aku selalu merindukanmu…”
“Cheer, Nam minta maaf”isak Nam.
Cheer menangis, “Kenapa kau menangis? Menyanyikan lagu seperti kita sedang berakting di opera sabun saja…”
“Ya…” kata Nam masih menangis, “Kenapa kita menangis? Kita tidak menangis, kita sedang tertawa…”
Mereka pun menyanyikan lagu nya bersama-sama.
Nam sedang menyapu dan beres-beres rumah ketika Cheer cs datang dan memberitahu kalau mereka bertemu dengan Guru Inn di toko eskrim, “Dia mengatakan kalau dalam ujian…. Nam mendapatkan…. “
“Aku mendapatkan apa? tanya Nam tak sabar.
“Nam…. Nam…dapat ranking 1…”
Nam terkejut. Ia melompat-lompat senang kemudian memeluk ibunya. Ibunya mengatakan sekarang Nam sudah bisa bertemu dengan ayahnya. Nam semakin senang. Pang melihatnya iri. Ia mendapatkan ranking 8 tapi ia ingin ikut dengan Nam. Nam tak mengizinkan.
Saat itu tiba-tiba Nam langsung memikirkan Chon.
Di hari yang sama, Pang kedatangan temannya. Dia mengantarkan foto cowok yang Pang taksir. Nam yang tertarik menghampirinya dan menggodanya. Pang tahu kalau ini adalah kesempatan untuk Nam balas dendam karena dulu Pang pernah mengadukan soal Nam yang naksir Chon. Tapi Nam cuma menggodanya dan menasihati agar Pang tak cepat-cepat memikirkan soal pacaran karena belum dewasa.
Nam kemudian kumpul bersama teman-temannya. Cheer menanyakan Nam, “Nam apakah Chon sudah tahu?”
Nam menggeleng lemah. Gie menatapnya heran, “Kau sungguh hebat! Jatuh cinta pada orang yang sama 3 tahun lebih!”
“Kurasa kau tak perlu mengatakannya pada Chon” timpal Nim, “Biar seluruh dunia mencatat bahwa ada seorang gadis gila yang mencoba untuk menjadi cantik selama tiga tahun demi seorang laki-laki. Meskipun laki-laki itu tak tahu apa-apa.”
Cheer menasihati Nam, “Nam, mungkin mulai sekarang kau takkan pernah melihatnya lagi. Kau masih akan diam saja?”
Nam melirik buku 9 Metode Cinta nya, “Aku sudah coba berbagai cara…”
“Jangan takut, kami selalu mendukungmu”ujar Cheer, “Benarkan?”
“Iya!”sahut Nim, “Kau sangat cantik, rajin belajar juga baik hati kenapa dia bisa tak menyukaimu?”
Nam kesal, “Kalian benar-benar memujiku tidak sih?”

Malamnya Nam menghias setangkai bunga Mawar Putih, metode ke 10, dari Thailand, yang paling tulus.

Hari kelulusan tiba, Nam menunggu Chon keluar dari kelasnya namun ternyata Chon masih dikelilingi oleh teman-temannya (PS: Nam dan Chon lulus bersama, sepertinya Nam akselerasi). Nam harus menunggu sampai ia dan Chon memiliki waktu hanya berdua saja. Ia mengikuti Chon bersama teman-temannya. Sampai akhirnya Chon pergi untuk memotret sendirian ke ruangan kolam renang, Nam didorong teman-temannya untuk mengambil kesempatan itu. Teman-temannya berjaga di luar ruangan.

Chon memotret Kolam renang sebagai kenang-kenangan. Nam menghampirinya, Chon pun memotret Nam.
“Nam, kau belum menanda tangani kemejaku,” ujar Chon (di Thailand juga ada tradisi mencoret-coret baju, tapi versi tanda tangan. Lebih rapi).
“Kak Chon, aku ingin mengatakan sesuatu”

Nam menghela nafas mengumpulkan kekuatan.
Kemudian ia mulai mengatakan semuanya, “Aku mencintaimu. Aku sudah mencintaimu selama lebih dari 3 tahun ini. Aku sudah melakukan segalanya, mengubah diriku dalam banyak hal demi kamu. Aku mendaftar klub penari klasik, melakukan drama panggung, menjadi pemimpin grup mayoret, lebih rajin belajar, semuanya karena kamu…. Tapi aku tahu sekarang, hal seharusnya kulakukan, dan harus sudah kulakukan sejak dulu bahwa… adalah memberitahumu… Nam cinta Kak Chon…”
Nam menghela nafas dan mengeluarkan air mata kelegaannya. Ia menyerahkan mawar putih yang sudah ada kartu ucapan dan Tuan Kancing yang terikat di tangkainya pada Chon yang tertegun sambil menatap Nam.
Sesaat setelah Nam menghapus air matanya karena lega, tanpa sengaja matanya melihat ke arah kantung kemeja Chon. Tertulis disitu, Pin cinta Chon. Nam terkejut (sepertinya di Thailand, kalau yang ditulis di kantung kemeja berarti nama kekasih atau pacar).
“Kak Pin dan Kak Chon…?”tanya Nam hampir tak bisa bersuara. Air matanya mengalir lagi.
Chon mengangguk dengan berat.
“Kapan?”tanya Nam lagi dengan susah payah (aku nangis pas bagian ini, 3 tahun gitu lho).
“Seminggu yang lalu…”jawab Chon pelan.
Nam seperti bingung untuk bertindak. Ia menangis tapi kemudian berusaha untuk tertawa, “Hahaha…. Kak Pin dan Kak Chon berpacaran… haha… kalian cocok… lucu…”
Chon masih memandangi Nam dengan penuh perasaan bersalah.
Nam sekuat tenaga menahan tangisnya, ia menepuk bahu Chon, “Semoga kalian bahagia…”

Nam yang sudah tak tahan ingin segera pergi dari situ, lupa kalau di sampingnya ada kolam. Ia berbelok dan langsung tercebur.
“Nam!”seru Chon.
Nam yang basah kuyup mencoba untuk terus tertawa, “Aku tak apa-apa…”
Chon menawarkan bantuan untuk Nam keluar dari kolam, tapi Nam tak menyambutnya. Ia benar-benar berusaha tak terlihat menangis.
“Kalian cocok”ucap Nam sebelum berbalik pergi memunggungi Chon.
“Nam kau baik-baik saja?”tanya Chon.
Nam menangis tapi memberi isyarat kalau ia baik-baik saja lewat jarinya.
Chon tak percaya, ia masih berusaha memanggil Nam, “Nam!”
Di luar Nam disambut teman-temannya yang terkejut melihat Nam basah kuyup. Nam langsung pergi tanpa ingin bertemu teman-temannya dulu. Gie berusaha menyusulnya namun ditahan Cheer. Mereka ikut menangis karena sudah bisa menebak apa yang terjadi.
Nam berjalan melewati Pin, Pin juga kaget melihat Nam basah kuyup. Ia menahan Nam dan bertanya apa yang terjadi. Nam tadinya ingin langsung pergi. Tapi kemudian ia kembali dan memeluk Pin erat-erat tanpa berkata apa-apa lalu langsung pergi dan membuat Pin terheran-heran.

Chon tiba di rumah setelah malam (sepertinya dia mampir dulu ke suatu tempat) dan terheran-heran melihat sebuah mobil sedan bagus terparkir di depan rumahnya. Di rumah ia langsung disambut oleh lemparan kaos dari ayahnya, “Selamat datang pemain junior Bangkok Glass!”
Rupanya di rumah sudah ada Manajer dan Pelatih tim Bangkok Glass. Chon sudah di terima sebagai pemain junior mereka. Chon yang senang memeluk ibunya. Kemudian ia membuka kulkas dan mengambil sesuatu yang sangat familiar…

Kotak cokelat pemberian Nam yang duluuuuuu… banget, rupanya masih disimpan baik-baik oleh Chon seperti Nam yang masih menyimpan gelas pepsi pemberian Chon. O..o… apa artinya tuh?
“Siapkan pakaianmu Chon, malam ini kau harus berangkat bersama paman Neng (pelatih Bangkok Glass), besok kau harus sudah ada di kamp pelatihan!”
“Hah?! Hari ini ayah??!”seru Chon terkejut.
“Ya, buat apa lagi ditunda?”tanya ayahnya balik.

Chon segera berlari ke kamarnya menaruh tas yang di dalamnya terselip bunga mawar putih pemberian Nam. Ia mengambil sebuah buku di meja belajarnya. Buku album foto. Mulai sekarang akan ada flashback adegan, dan kita akan melihat semuanya dari sudut pandang Chon.

Chon membuka buku itu, ternyata buku itu penuh dengan foto Nam yang dihias begitu indah. Chon tersenyum sambil mengusap wajah Nam yang difoto dengan lembut. Lembaran dibuka. Ada halaman yang penuh dengan foto buku 9 Metode Cinta milik Nam. Rupanya buku itu di foto ketika Nam meninggalkannya saat latihan drama. Flashback adegan saat Nam mengambil buku itu dan menyeret-nyeret kakinya buat menutupi nomor telepon Nam. Di bawah foto buku itu ada tulisan, “Buku ini lucu. Tapi membuatku tahu betapa kau telah mencoba
Di sampingnya lagi juga ada tulisan, “Aku ingin memberitahumu, bahwa kau telah berhasil sejak awal kau mencoba…

Halaman berikutnya terlihat penuh dengan foto Nam yang di dandani oleh Pin. Kemudian flashback adegan lagi saat Nam tampil menjadi snow white yang cantik pertama kali. Saat itu Chon terlihat tak tertarik dan hanya mengatakan, “Dia tampak sama, Snow White dengan kawat gigi.” Padahal, saat pergi Chon tersenyum sangat senang sampai mengepalkan tangannya karena melihat perubahan Nam yang bisa menjadi begitu cantik . Terdapat tulisan, “Kau tampak sama, selalu terlihat cantik..”

Halaman berikutnya penuh dengan foto tangan Chon. Chon memotret tangannya sendiri kemudian menulis, “Bersentuhan tangan untuk pertama kalinya. Tapi aku harus segera melepaskan tanganku karena orang lain akan curiga” Flashback adegan saat Nam hampir jatuh dari panggung.
Di halaman berikut penuh dengan foto apel yang telah digigit, ada tulisan “Memberinya apel tapi ku gigit sedikit”. Rupanya sebelum pergi mengambil hadiah fotografi, Chonlah yang memberi Nam apel itu.

Kemudian Chon membuka banyak halaman lagi, semuanya isinya foto Nam yang sedang latihan mayoret, banyak sekali…
Kau menjadi semakin baik! Semangat Nam!”
Flashback saat Nam mati-matian berlatih melempar tongkat siang dan malam, rupanya Chon hampir setiap saat memperhatikannya. Kemudian Chon memandangi foto Nam yang menjadi pemimpin Mayoret.
Cinta bisa mengalahkan segalanya, termasuk rasa takut
Flashback saat Chon berhasil menendang pinalti untuk pertama kalinya. Chon rupanya berusaha menyingkirkan trauma dan rasa takutnya demi Nam. Ia ingin agar Nam juga tak takut pada tongkat mayoret.

Di halaman berikutnya ada foto pertumbuhan Pohon Mawar Putih yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari sebelum hari valentine.

Di foto pertama tertulis, “Hari pertama.”
Foto kedua, “Sangat sulit untuk tumbuh.”
Foto kelima, “Tunas pertama.”

Flashback saat Chon memberikan mawar putih pada Nam, setelah mengatakan itu dari temannya, Chon berbalik kemudian menyalahkan dirinya sendiri yang tak bisa jujur. Di bawah foto mawar putih yang telah tumbuh:
Hari ini aku memberikan mawarnya pada Nam, kukatakan itu dari temanku karena aku tak bisa mengatakan yang sebenarnya

Kemudian langsung flashback adegan saat Top menembak Nam. Chon turun dari tangga dengan lemas. Ia hampir tak bisa berjalan lagi kemudian menyandarkan kepalanya ke dinding tangga.
Halaman berikutnya gambar Top dan Nam dari bawah tangga.
Hari ini aku melihat Top menembak Nam. Kau tahu? aku sakit. Kenapa waktu kita tak pernah cocok?
Chon menepuk bukunya dengan sedih. Ia teringat saat ia berlari-lari agar bisa memotret Nam yang jadi pemimpin mayoret. Juga saat ia Top menggendong Nam yang terkilir kakinya. Rupanya Chon sempat memotret dan memasangnya di buku album itu.
Aku juga ingin kau naik ke punggungku.”

Juga banyak adegan flashback yang lainnya, termasuk saat Nam dan Chon di kolam renang. Rupanya Chon sempat menyelesaikan kalimatnya meski tak didengar oleh Nam yang pergi dengan Top, “Nam, maukah kau menjadi kekasihku?

Chon mulai merasa hatinya makin tersiksa dan sakit. Saat Top mencium pipi Nam, kau bisa lihat ekspresi wajah Chon, kaget dan pucat pasi.

Di rumahnya Nam terus menangis. Tentu saja, ia telah mencintai Chon lebih dari 3 tahun. Ia terus menangis sendirian di depan jendela kamarnya, tanpa sadar malam itu Chon datang ke depan rumahnya. Ia datang untuk menaruh buku album yang ia buat untuk Nam, agar tahu kalau selama ini ia juga telah mencintai Nam lebih dari 3 tahun.

Sejak Nam masih si itik buruk rupa, Chon telah mencintainya apa adanya. Chon terngiang-ngiang perkataan Top, “Aku memohon satu hal padamu Chon, apapun yang terjadi kau takkan memacari Nam kan?”
Dengan langkah gontai Chon pergi dari rumah Nam, karena ia harus segera berangkat ke Bangkok. Nam yang masih menangis tak tahu kalau Chon melintas di bawah jendela kamarnya.

” …hanya bisa berharap kau akan mengetahuinya… bahwa aku disini untuk mencintaimu, Aku memohon agar kau mengetahuinya…. suatu hari….”

Sembilan tahun kemudian……

Motor Chon berhenti di sebuah perusahaan. Kayaknya sih perusahaan real-estate. Chon masuk ke perusahaan tersebut sambil menggendong bayi yang ia bawa dari gallery fotografinya, dilihatnya Pin melambai ke arahnya. Pin menghampiri Chon yang menyerahkan bayi itu pada Pin, “Maaf sudah merepotkanmu”kata Pin. Bayi itu ternyata bukan anak Chon, melainkan anak Pin. Sepertinya Chon sudah memutuskan Pin di malam setelah Nam mengungkapkan perasaannya pada Chon.
“Tak apa, anakmu sudah seperti anakku…”kata Chon. Sebenarnya sih wajar kalau itu bukan anak Chon, sama sekali nggak ada mirip-miripnya ama Chon. Hehehe….
Pin merengut “Seandainya suamiku bisa menyayanginya seperti kamu…”
Chon mengacak rambut Pin, “Ah, kau ngomong seperti itu lagi…”
Kemudian Chon hendak pergi tapi ditahan oleh Pin, “Hey Chon! Bagaimana tentang acara TV yang kau sebut? Apa kau akan hadir?”
Chon tersenyum, “Aku tak tahu…”

Latar pun berpindah ke sebuah acara talk show di sebuah TV terkenal. Di situ Nam duduk. Ia dihadirkan sebagai seorang desainer ternama yang karyanya terkenal di Amerika. Bahkan katalog modenya pun dimuat di majalah mode terkenal.

Cheer, Nim dan Gie pun datang ke acara itu, mereka sudah dewasa, Nim bahkan memakai seragam polisi. Mereka melambaikan tangan ke Nam yang dibalas oleh Nam. Guru Inn juga hadir. Guru Inn rupanya sudah menikah dengan Guru Olahraga tampan yang baru itu, Guru Boat. Tapi Guru Boat sangat romantis terhadapa Guru Inn, bahkan cenderung terlalu romantis hingga Guru Inn terlihat risih. Pang dan Ibunya juga datang. Pang sudah besar sekarang.

Kemudian talk show pun menyerempet ke masalah masa lalu Nam, “Kamu memberitahu wartawan bahwa dulu saat kau masih muda, maaf, kau sama sekali tak cantik, tak modis, sama sekali beda dari yang sekarang. Lalu apa yang membuatmu berubah?”
“Itu karena saya jatuh cinta pada seseorang…”ucap Nam sambil tersenyum.
“Jatuh cinta?”tanya Hostnya, “Bisakah kau menceritakan cerita itu?”

“Bisa” kata Nam memulai cerita, “Ia adalah senior saya. Seorang pemain sepak bola. Sangat lucu. Pada saat itu saya berwajah jelek di kelas 1, maka saya mencoba memperbaiki diri, jika itu bisa membuat saya menjadi lebih cantik dan lebih baik, saya coba untuk lakukan. Saya juga mencoba belajar dengan lebih rajin agar dia mungkin menyukai saya”
“Lalu apakah akhirnya dia tahu perasaanmu?”
“Dia tahu, tapi kisah kami tak berakhir bahagia. Aku pergi belajar ke Amerika untuk tinggal bersama ayahku”
“Oh itu buruk sekali”ucap Hostnya.
“Tapi ketika saya kembali memikirkannya, dia seperti inspirasi untuk saya, dia membuat saya menggunakan cinta dengan cara yang lebih baik… dia seperti… kekuatan yang mendukung saya agar saya bisa menjadi lebih baik hingga menjadi Nam yang sekarang…”
Host cewek itu kemudian mengeluarkan sesuatu yang sangat Nam kenal. Itu Album yang dibuat Chon untuk Nam, “Nam, kau masih mengingat buku ini?”
Nam terkejut, ia menerima buku itu kemudian mendekapnya erat, “Ingat. Iya saya ingat…”
Host nya tertawa, “Kalau begitu mari kita sambut pemilik buku ini! Chon, Mantan Pemain Bangkok Glass!”

Nam terkejut. Ia menoleh ke belakang. Teman-temannya juga terkejut. Dari belakang panggung, Chon muncul dengan membawa sebuket bunga dan menghampiri Nam.
“Sekarang ia merubah karirnya menjadi fotografer profesional…”jelas Hostnya.
Nam yang gugup tak tahu harus berbuat apa hanya bisa berdiri dan merapikan gaunnya. Chon menyerahkan bunganya, “Saya ingin memberi ini untuk Nam”
Nam masih gugup, ia menunjuk dirinya sendiri, “Nam??”
“Ini untuk Nam…”ujar Chon lagi.
Nam mengelus tengkuknya grogi, ia menerima bunga itu sambil malu-malu. Mereka berdua masih berdiri sampai hostnya harus menyuruh mereka duduk.

“Saudara Chon, setelah lama tak bertemu Nam, ada yang ingin kau katakan? tanya Host.
“Euh, saya ingin memberitahu Nam bahwa…”Chon mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, rupanya Tuan Kancing, “Kancing ini sebenarnya bukan milikku. Mungkin milik Ding.”

Okeh, that’s hurt Chon… Nam menerima kancing itu dengan hati pahit. Sementara Chon malah tertawa geli.
“Lalu Bagaimana denganmu Nam? Apa kau memiliki sesuatu untuk dikatakan?”tanya Host.
“Emm, saya ingin bertanya pada Kak Chon…”kata Nam takut-takut, “Apakah… Kak Chon sudah menikah?”
Chon terlihat ragu dan berat mengatakannya, “Ummm…. aku….”
Nam menunggu dengan tegang. Tapi kemudian Chon tersenyum.
“Aku menunggu seseorang pulang dari Amerika…”kata Chon memandang Nam penuh senyum.
Nam tersenyum dan menangis bahagia.
Kisah cintanya ternyata tak berakhir sedih. Chon masih menunggunya selama sembilan tahun..

———————————The End———————————-
Hmmhhh.. Bisa juga ini si Chon. Nepatin janjinya sama Top. Soalnya dia langsung ngelamar, bukan pacaran lagi. hahahahahahah
oh iya, denger-denger katanya ini Based On True Story. Artinya….???!!!
cr: pelangidrama